Berderu Dalam Diam

Berderu
2 min readMar 9, 2022

--

Bintang 20 |

Entah berapa tetesan sudah mengalir di pipi ini. Melepas seseorang yang… entahlah apa benar-benar aku cintai atau tidak, membuat aku harus menjalani hidup hari-hari selanjutnya tanpa sosok itu. Aku benci untuk menerima kenyataan bahwa ia pergi karena benar-benar ingin aku hilang dalam hidupnya.

Terlebih, aku benci kalimat “pernah sedekat nadi sampai akhirnya sejauh matahari” lagi-lagi ku rasakan.

Aku benci seolah kehadiranku dalam detik-detik sebelumnya seolah suatu bencana bagi sosok itu.

Untuk kali ini, aku benar-benar ingin untuk membenci keadaan, tapi rasa iman kepada-Nya jauh lebih besar dari rasa benci ini.

…ini membuatku belajar untuk rela.

Sosok itu ku antar sampai ke gerbang. Persis sampai ke gerbang yang di seberangnya belum (atau bahkan tidak bisa) ku lewati. Tapi rasa penghantaran itu sebenarnya semu, karena ia sebenarnya tidak benar-benar pamit pada sore itu.

…aku benci seolah-olah seperti boneka tapi sekiranya hanya objek itu yang dapat menyamai hidupku saat ini.

Aku benci disaat aku menulis sajak ini pun, aku masih menangis menggebu-gebu. Entah lah, kesia-siaan air mata yang sudah hampir enam bulan ini ku keluarkan seperti tidak ada harganya lagi.

…ya barangkali hanya bantal basah yang jadi saksi.

Lagi, aku benci untuk pernah mengenal sosok itu dengan nyata dan dekat tapi iman ku pada-Nya seolah-olah berusaha menghibur bahwa kan terbit terang sehabis hujan ini.

Ingin sekali untuk bertegur sapa seperti hari-hari sebelumnya tapi channel komunikasi yang ditinggalkannya hanya sekadar kolom reply instastory miliknya, disaat geng kesayangannya tergabung kedalam nomor non +62 miliknya… terlebih, entah siapa itu, ada satu wanita selain kakaknya dalam akun barunya menjadi mutualnya.

…ya aku bukan siapa-siapa, sudahlah tak usah berharap apa-apa.

Kau -yang sedang membaca ini- tahu? Sosok itu pernah menyampaikan penggalan puisi Jerman terkenal milik Goethe beberapa bulan yang lalu.

“Ruhest du auch – RA”

Itu tulisnya. Sosok itu hanya tertawa saat menyampaikan itu padaku, katanya tidak seru jika dijelaskan dengan gamlang. Tahu apa aku soal puisi Jerman? Sastrawan saja sulit untuk memahami dan sekarang aku disuruh cari tahu –jika ingin tahu?

Pikir ku itu hanya ungkapan lurus-lurus saja. Ungkapan menyuruhku untuk beristirahat –tidur.

Tapi lebih dari itu, ternyata itu ucapan selamat tinggal.

--

--