Dua untuk Tuhan dan aku, Tiga untuk Tuhan, aku, dan kau.

Berderu
2 min readOct 19, 2023

--

Awa 01 |

Cerita sepi tentang Tuhan, aku, dan kau di dua-puluh-tiga kemarin layak untuk diabadikan dalam wujud syukur.

Alhamdulillah — segala puji bagi Allah.

Mungkin tidak perlu bertanya-tanya lagi mengapa Jakarta bisa menjadi sepantas-pantasnya tempat tinggal pada usia dua-puluh-tiga tahun yang telah lalu. Cerita tentang migrasi Bandung-Jakarta dan segala pensuasanaannya sudah khatam di 22. Cerita penuh dengan tanya,

‘mengapa harus Jakarta?’
‘mengapa harus berpindah?’
‘mengapa harus berpisah dan melepas?’

tidak perlu ditanya lagi karna sudah cukup. Proses penerimaan dengan segala hiruk pikuk, sindiran, dan cacian pada akhirnya sudah hidup dengan pembiasaan diri. Sampai akhirnya, cacian dalam bentuk apapun tidak lagi menjadi berarti karna

…toh, dalam diam, Tuhan diam-diam menyelipkan kau dalam cerita dua-puluh-tiga kemarin.

Aku mungkin masih ingat momen dimana September tahun lalu, saat berlari-jogging pun, pertanyaan terkait ‘mengapa harus Jakarta’ masih selalu mengganjal. Pemahaman konsep rezeki yang terlalu dangkal, terlalu maruk akan masa depan, serta tanpa sempat untuk bersyukur selalu berkolaborasi di masa-masa itu. Berlari-jogging dengan kondisi pulang kerja dengan pemandangan gedung pencakar langit, bapak starling, dan mbak-mbak berlanyard, makin mendukung pertanyaan tersebut.

Barangkali, bulan itu menjadi bulan terakhir pertanyaan tersebut dilayangkan sampai akhirnya penuntasan buku ‘Kode Etik Pengusaha Muslim’ karya Ust. Ammi Nur Baits menjadi penenang bahwa harta yang baik adalah harta yang diusahakan sendiri, menjauhi syubhat = memelihara agama, dan harta adalah apa-apa saja yang telah digunakan.

Ditambah lagi di bulan itu awal Yang Maha Besar menjawab lebih kongkrit lagi. Kau muncul.

Semuanya akan menjadi biasa saja kalau saja di suatu hari di bulan September itu aku tidak pernah iseng mengabsen satu-satu following akun instagram-mu. Kalau saja pada hari itu aku tak pernah menemukan bahwa:

  • Kau juga suka topik yang kusuka
  • Kau juga mengikuti orang-orang yang ku ikuti dalam diam

Wallahi, mungkin ceritanya akan beda dan kau pasti akan menjadi manusia pada dasarnya saja di mataku.

Dalam kesendirian aku selalu menikmati topik itu — sendirian. Sampai akhirnya aku bertemu kau, terlintas satu ucapan, ‘mengapa bertemu kau seolah-olah menjadi jawaban?’

--

--